Profesional di Korpri, Kultur Birokrasi Harus Seperti Korporasi
A
A
A
JAKARTA - Kerja cerdas dan profesional saat ini dibutuhkan dalam membentuk sebuah kultur perusahaan maupun organisasi.
Demikian juga yang terjadi dengan Korpri. Organisasi yang didirikan pada 29 November 1971 itu masih sering diidentikan dengan kerja amatiran dan birokrasi yang berbelit-belit. Padahal saat ini, semua anggota Korpri harus berfikir lebih maju dan modren dibandingkan dulu. "If you don’t change, you will die, jika tidak berubah Anda akan mati," ujar Ketua I Dewan Pengurus Nasional Korpri Reydonnyzar Moenek.
Pria yang akrab dipanggil Donny ini mengakui adanya tuntutan masyarakat yang mendesak terhadap transparansi, akuntabilitas, dan good governance atau tata pemerintahan yang semakin baik. “Sebagai pemegang mandat di negara ini, rakyat menginginkan pelayanan publik yang optimal. Maka spirit Korpri untuk profesional dalam melayani dan tidak lagi dilayani, itu merupakan keharusan,” ujar alumnus STPDN Semarang dan Fisipol UGM Yogyakarta ini.
Untuk itu, Donny menginginkan agar kultur birokrasi menyerupai kultur korporasi yang mengedepankan kerja cerdas dan semangat persaingan yang moderat.
Dengan mengadopsi kultur korporasi, maka para aparatur sipil negara (ASN) ini akan mengedepankan kompetisi dengan diferensiasi terstruktur, dan membangun kapasitas, keahlian dan kompetensi personal.
“Siapa yang memiliki kapasitas kinerja, kualifikasi dan kompetensi yang lebih bagus itulah yang akan tampil. Tidak ada lagi yang namanya koneksi-koneksian,” ujar alumnus STPDN Semarang dan Fisipol UGM Yogyakarta ini.
Penyandang gelar Master in Development Management dari Asian Institute of Management, Filipina ini bersyukur bahwa pemerintah menyokong profesionalisme ASN tadi dengan melakukan reformasi birokrasi dan perbaikan remunerasi. “Ada prinsip equal pay for equal work," katanya.
Bagi pegawai negeri yang kinerja, kualifikasi dan kompetensi dan intensitas waktu kerjanya berlebih, maka perbaikan remunerasi itu terasa wajar. Tapi kalau ada pegawai negeri yang mendapat remunerasi yang lebih dengan kinerja biasa-biasa saja, Itu sangat tidak wajar.
Perbaikan kinerja berdasarkan kompetensi ini bisa ditunjang dengan pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan kinerja.
Dan ini bukan sesuatu yang menyulitkan. Reydonnyzar yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri ini mengungkapkan bahwa anggaran daerah saat ini sudah jauh meningkat, yakni mencapai sepertiga dari nilai APBN 2016 yang mencapai Rp 2.095,72 triliun.
“Dulu cuma seper-18, malah seper-20 jatah APBN yang didistribusikan ke daerah. Sekarang seiring dengan dinamika otonomi daerah, dengan UU 22 Tahun 1999 semangatnya sudah memperbesar porsi daerah. Dana yang ditransfer ke daerah, termasuk termasuk dana desa sekarang yang dibagikan ke daerah mencapai Rp 770,2 triliun,” ujar Donny.
Dengan anggaran sebesar ini, pemerintah daerah mestinya ikut meningkatkan kapasitas pegawai lokal melalui pendidikan dan pelatihan di dalam dan di luar negeri. “Korpri mendorong Pemda agar meningkatkan kapasitas ASN mereka,” kata Donny.
Dan peningkatan kompetensi ini sesuai dengan UU nomor 15 Tahun 2014 tentang ASN, bahwa Korpri memang dituntut mengutamakan profesionalisme dan kompetensi ASN. "Sekarang di beberapa pemda, ASN banyak yang mengikuti pelatihan, baik secara umum maupun teknis," katanya.
Reydonnyzar mengaku senang dengan perubahan yang terjadi di Korpri saat ini.
Dibawah Ketua Umum Zudan Arif Fakrulloh, Korpri melakukan reposisi aparatur sipil negara (ASN) menjadi entitas organisasi profesi terbesar di Indonesia yang kuat, profesional, dan netral.
Bahkan menurut Donny, visi korps pegawai negeri sipil ini ingin menjadi yang terdepan dalam menjaga persatuan, mensejahterakan anggota, dan melindungi kepentingan para anggota agar lebih profesional di dalam membangun pemerintahan yang baik.
Demikian juga yang terjadi dengan Korpri. Organisasi yang didirikan pada 29 November 1971 itu masih sering diidentikan dengan kerja amatiran dan birokrasi yang berbelit-belit. Padahal saat ini, semua anggota Korpri harus berfikir lebih maju dan modren dibandingkan dulu. "If you don’t change, you will die, jika tidak berubah Anda akan mati," ujar Ketua I Dewan Pengurus Nasional Korpri Reydonnyzar Moenek.
Pria yang akrab dipanggil Donny ini mengakui adanya tuntutan masyarakat yang mendesak terhadap transparansi, akuntabilitas, dan good governance atau tata pemerintahan yang semakin baik. “Sebagai pemegang mandat di negara ini, rakyat menginginkan pelayanan publik yang optimal. Maka spirit Korpri untuk profesional dalam melayani dan tidak lagi dilayani, itu merupakan keharusan,” ujar alumnus STPDN Semarang dan Fisipol UGM Yogyakarta ini.
Untuk itu, Donny menginginkan agar kultur birokrasi menyerupai kultur korporasi yang mengedepankan kerja cerdas dan semangat persaingan yang moderat.
Dengan mengadopsi kultur korporasi, maka para aparatur sipil negara (ASN) ini akan mengedepankan kompetisi dengan diferensiasi terstruktur, dan membangun kapasitas, keahlian dan kompetensi personal.
“Siapa yang memiliki kapasitas kinerja, kualifikasi dan kompetensi yang lebih bagus itulah yang akan tampil. Tidak ada lagi yang namanya koneksi-koneksian,” ujar alumnus STPDN Semarang dan Fisipol UGM Yogyakarta ini.
Penyandang gelar Master in Development Management dari Asian Institute of Management, Filipina ini bersyukur bahwa pemerintah menyokong profesionalisme ASN tadi dengan melakukan reformasi birokrasi dan perbaikan remunerasi. “Ada prinsip equal pay for equal work," katanya.
Bagi pegawai negeri yang kinerja, kualifikasi dan kompetensi dan intensitas waktu kerjanya berlebih, maka perbaikan remunerasi itu terasa wajar. Tapi kalau ada pegawai negeri yang mendapat remunerasi yang lebih dengan kinerja biasa-biasa saja, Itu sangat tidak wajar.
Perbaikan kinerja berdasarkan kompetensi ini bisa ditunjang dengan pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan kinerja.
Dan ini bukan sesuatu yang menyulitkan. Reydonnyzar yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri ini mengungkapkan bahwa anggaran daerah saat ini sudah jauh meningkat, yakni mencapai sepertiga dari nilai APBN 2016 yang mencapai Rp 2.095,72 triliun.
“Dulu cuma seper-18, malah seper-20 jatah APBN yang didistribusikan ke daerah. Sekarang seiring dengan dinamika otonomi daerah, dengan UU 22 Tahun 1999 semangatnya sudah memperbesar porsi daerah. Dana yang ditransfer ke daerah, termasuk termasuk dana desa sekarang yang dibagikan ke daerah mencapai Rp 770,2 triliun,” ujar Donny.
Dengan anggaran sebesar ini, pemerintah daerah mestinya ikut meningkatkan kapasitas pegawai lokal melalui pendidikan dan pelatihan di dalam dan di luar negeri. “Korpri mendorong Pemda agar meningkatkan kapasitas ASN mereka,” kata Donny.
Dan peningkatan kompetensi ini sesuai dengan UU nomor 15 Tahun 2014 tentang ASN, bahwa Korpri memang dituntut mengutamakan profesionalisme dan kompetensi ASN. "Sekarang di beberapa pemda, ASN banyak yang mengikuti pelatihan, baik secara umum maupun teknis," katanya.
Reydonnyzar mengaku senang dengan perubahan yang terjadi di Korpri saat ini.
Dibawah Ketua Umum Zudan Arif Fakrulloh, Korpri melakukan reposisi aparatur sipil negara (ASN) menjadi entitas organisasi profesi terbesar di Indonesia yang kuat, profesional, dan netral.
Bahkan menurut Donny, visi korps pegawai negeri sipil ini ingin menjadi yang terdepan dalam menjaga persatuan, mensejahterakan anggota, dan melindungi kepentingan para anggota agar lebih profesional di dalam membangun pemerintahan yang baik.
(nfl)